Alhamdulillah saya sudah menunaikan ibadah Suzume ✨
Setelah drama nanyain orang-orang buat nonton bareng film Suzume No Tojimari, saya berakhir dengan menonton film ini di bioskop seorang diri. Beruntungnya ini bukan kali pertama saya nonton bioskop sendirian, jadi tidak terlalu akward. #SAD.
Tapi ngga hanya saya yang solo nontonnya, banyak yang nonton solo juga kok. So, it’s very okay kalau mau nonton bioskop sendirian 😀
Dan langsung saja ya setelah menonton film berdurasi 112 menit ini, berikut reviewnya.
Warning spoiler alert!
Suzume No Tojimari
Film Suzume ini diproduseri oleh Makoto Shinkai. Beliau ini terkenal menyajikan film-film bertema anak muda yang sentimental dengan sentuhan magis dan kualitas visual animasi yang memanjakan mata.
Saya menonton film ini alasanya ya karena beliau ini, mau bangus atau ngga ceritanya disimak aja, yang penting harus nonton animasi punya bapak Shinkai.
Sinopsis.
Singkatnya film “Suzume no Tojimari” atau “Suzume” menceritakan tentang Suzume, seorang gadis SMA di Kyushu, yang mencoba membantu Shota untuk menutup pintu keluarnya bencana.
Pertemuan Suzume dan Shota ini sebenernya agak klise. Suatu pagi ketika Suzume berangkat sekolah secara tidak sengaja berpapasan dengan Shota yang sedang mencari pintu di daerah rerentuhan.
Awalnya pertemuan ini seperti pertemuan dengan orang asing biasa, tetapi dalam sekejap Suzume merasa pernah bertemu dengannya di masa lalu dan berkat rasa penasarannya, Suzume mencari Shota di daerah reruntuhan.
Malapetaka pun terjadi.
Sampainya di reruntuhan, Suzume tanpa sadar membuka pintu dan mengeluarkan batu segel sehingga para cacing mulai keluar dari pintu dan mendatangkan bencana. Di ceritanya cacing ini semacam makhluk yang membuat terjadinya bencana alam, dalam hal ini gempa bumi.
Sialnya lagi, Shota sang penutup pintu malah berubah menjadi sebuah kursi.
Petualangan Suzume untuk menutup pintu dan mencegah terjadinya bencana alam di penjuru Jepang, serta mengubah kembali Shota menjadi manusia kembali pun dimulai.
Biar dapet visualisasinya silahkan menonton trailer berikut ini:
Bukan hanya tentang cinta remaja
Jika kamu sudah menonton film lain dari Makoto Shinkai, seperti “Your Name” atau “Weathering with You”, kurang lebih formula yang digunakan dalam film ini hampir sama.
- Feeling connection
- Bencana alam
- Petualangan
- Magis
Namun, dibanding dengan film Shinkai yang lain, menurut saya film ini terkesan lebih dewasa dan plot dari film ini juga lebih mudah dipahami, terutama alasan kenapa Suzume rela mati-matian membantu Shota.
Dorongan kenapa Suzume mencari Shota karena rasa penasaran dari dia kecil belum terjawab. Membantu Shota mencari pintu-pintu yang lain pun lebih didasari oleh rasa bersalah karena merugikan orang lain.
Bukan yang kok karena dia falling in love at the first sight gitu.
Saat suzume mengatakan “ia ingin mencari orang yang dia suka” itu pun juga kepepet karena dikejar-kejar pertanyaan oleh sama bibinya. Seakan biar cepet kelar mending bilang gitu aja lah.
Apalagi ketika latar belakang Suzume mulai diceritakan dalam film ini.
Sakit secara fisik cepat untuk diobati, tetapi psikis lain lagi
Suzume kecil mengalami masa sulit dalam hidupnya.
Kampung halamannya di Tohoku diguncang gempa dahsyat yang mengakibatkan hancurnya daerah tersebut, termasuk ibunya yang menjadi korban. Duka itu terus dibawa oleh suzume hingga ia dewasa.
Meskipun sudah hidup bersama bibinya. Masih ada kekosongan yang ada dalam dirinya dan menganggap hidup itu hanya sebuah keberuntungan saja.
Oleh karenanya, Suzume benar-benar rela mengorbankan dirinya sendiri agar orang lain tidak ada orang lain yang sedih dan merasa kehilangan seperti yang ia alami.
Namun, pada akhirnya Suzume berhasil menghadapinya.
Sosok yang ia pernah temui di masa lalu ternyata adalah dirinya sendiri bersama Shota.
Suzume pun pada akhirnya menyadari bahwa dirinya sendirilah yang mengobati luka tersebut dan ditambah masih ada orang-orang yang menyayangi serta mendukungnya.
Nyatanya hal ini bukan hanya skenario biasa.
Gempa tersebut juga benar-benar terjadi di dunia nyata. Tohoku, 11 maret 2011 diguncang gempa bumi berkekuatan 9 Mw dan mengakibatkan tsunami setinggi 10 meter, serta menewaskan lebih dari 19.000 orang.
Bisa jadi banyak Suzume lain di luar sana. Meskipun luka secara fisiknya sudah hilang, sudah mendapatkan tempat tinggal baru, namun luka yang membekas dalam jiwa sulit untuk dihapuskan.
Suatu hari pagi akan datang
Perasaan saya menonton film ini seperti campur aduk.
Yang awalnya tegang karena didominasi oleh momen petualangan, kemudian dipertengahan genre film mendadak jadi komedi terutama muncul Serizawa (teman Shota yang ikut membantu Suzume).
Walaupun masnya agak prik, kehadirannya sungguh mengubah suasananya film.
Perasaan ini kemudian berubah lagi menjelang akhir. Saya merasa sedih. Bukan hanya dari segi alur cerita di filmnya, tetapi juga ada beberapa kondisi yang relate dengan yang saya rasakan saat ini.
Rasanya seperti “ah untungnya saya menonton film ini”. Setelah selesai nonton saya (dan penonton lain) bahkan tidak ingin beranjak dari kursi penonton.
Kutipan favorit saya dalam film ini:
“Malam mungkin tampak tanpa akhir sekarang. Tapi suatu hari, pagi akan datang.”
Sebelum mengakhiri ini saya mau minta maaf dulu sama Daijin.
Gedek banget sumpah di awal, tapi pas menjelang akhir malah mewek ga karuan. Kasian Daijin. Daijin, kamu mau jadi kucingku aja ngga?
Oh iya, sama Serizawa. You are stealing the audience mas wkwk. Dibanding dengan kehadiran mas Shota, walaupun lebih karismatik tapi selama film jadi kursi mulu. hadeh.