Testimoni, 25 Tahun Hidup di Dunia.

Tulisan ini, seharusnya ditayangkan tepat setelah umur saya berganti dari 24 tahun ke 25 tahun.

Sayangnya, aktivitas akhir-akhir ini sulit sekali di kompromikan. Akhirnya sering kelelahan dan beberapa bahan tulisan yang harusnya segera dibuat malah terbengkalai.

Dan begitu pula dengan tulisan yang saya rasa akan “spesial” juga ikut molor.


Jadi bagaimana?

Sejujurnya saya memiliki ekspektasi yang cukup tinggi di masa lalu, ya setidaknya setiap tahun akan menjadi lebih baik kedepannya. Kenyataannya (untuk saat ini), pertambahan usia belum cukup memberikan kedewasaan yang diharapkan.

Hidup memang sering pasang dan surut. Ada masa diri saya penuh kebahagiaan dan optimistik dalam menilai segala hal. Sering juga penuh pikiran saya jauh dari itu dan sepertinya persaaan ini yang mendominasi di usia saya saat ini.

Too much negative feeling

…dan jadinya saya tidak dapat merasakan keindahan dalam menjalani hidup seperti sebelumnya. Membuat sadar sih, pada usia ini, seperti banyak bahasan di internet. Saya tengah mengarungi masa Quarter Life Crisis.

Quarter Life Crysis

Topik ini nampaknya sudah sering dibahas. Entah itu dalam artikel di internet, media sosial, bahkan ada banyak buku yang membahasa quarter life crisis dan bagaimana cara menghadapinya.

Sesuai dengan namanya, quarter life crisis adalah fase dimana, seseorang individu mengalami kondisi krisis emosional, yang dimana fase ini kerap terjadi pada usia remaja akhir hingga dewasa.

Fase ini ditandai munculnya perasaan seperti frustasi, bingung, takut, dan merasa sulit untuk keluar dari perasaan tersebut walaupun kita sendiri sudah tahu bahwa perasaan itu tidak baik.

Kalau misal ada yang bertanya “Mba memang nya kamu merasakan hal itu? Emangnya apa yang ditakutkan?”

Ya, walaupun jika orang lain menilai bahwa hidup saya sangat menyenangkan dan semua berjalan dengan baik. Sebenarnya yang terjadi, saya merasa tidak selancar itu. Cukup confusing kehidupannya.

See also  Kunci Sukses Pendidikan Indonesia Ada Pada Kecepatan Akses Internetnya

Setelah dipikir-pikir juga, pemikiran semacam ini bisa saja juga terjadi kepada orang atau teman yang saya anggap hidupnya menyenangkan dan tanpa kendala. Hidup saling sawang sinawang.

Akhir-akhir ini pun saya seperti merasakan dan menimbun banyak sekali pertanyaan di kepala, seperti:

  • Bisa tidak aku sukses di masa depan?
  • Apakah aku bisa menyelesaikan kuliah ini?
  • Bagaimana aku mengecewakan banyak orang, terutama keluarga?
  • Apakah aku bisa menikah seperti teman-teman yang lain?
  • Apa aku cukup kompeten untuk berkerja di bidang ini?
  • Aku bukan dari keluarga berada, bagaimana jika aku gagal?
  • Dia sangat cantik sedangkan aku hanya seperti ini 🙁
  • dan makin banyak lagi~

Unek-unek di pikiran yang kadang saya sendiri merasa seperti tidak sangup membendungnya. Bahkan pemikiran-pemikiran ini masuk kedalam forbidden list XD

Sebagai orang yang cukup rasional, tentu saja saya melawan isi pemikiran itu. Sudah tahu menimbun pemikiran negatif tidak baik untuk mental dan fisik. Kemudian mencoba lebih berfikir dan mencari opsi atau jawaban untuk menghadapi hal tersebut.

Namun lagi-lagi, akhirnya zonk dan kembali bersedih. Sungguh, ini hal yang sering saya lakukan: sedih, cerita ke teman, semangat, lalu kembali sedih lagi dan bahkan kegiatan ini sudah seperti siklus yang saya lalui setiap minggu.

Saya juga takut. lagi.

Jika kondisi ini akan selalu saya rasakan dan parahnya lagi terkadang saya mulai kehilangan perasaan gembira dan merasa lesu melakukan kegiatan yang saya sukai seperti membaca buku atau menulis di internet.

Mengelola rasa takut

Beruntungnya saya beberapa waktu lalu secara tidak sengaja menonton video dari Abi Quraish Shihab dan Mba Nana yang membahas kondisi yang saya rasakan.

See also  23 years old!

Jika boleh diringkas, ada beberapa poin yang membuat saya ambil dari video tersebut, antara lain:

  • Takut, khawatir adalah hal yang manusiawi. Nabi pun takut. Timbulnya rasa takut dapat mengakibatkan kita semakin berhati-hati dalam berbuat, tetapi ada cara untuk mengurangi rasa takut tersebut.
  • Adanya rasa takut pasti ada sebabnya. Bisa jadi ada cara untuk menghindari ketakutan itu. Cari penyebabnya dan jangan terlalu membesarkan rasa takut padahal belum terjadi. Bisa jadi rasa takut itu lebih berbahaya dan lebih besar dampaknya daripada ketakutan itu benar terjadi.
  • Kita kerap kali menoleransi keadaan orang lain saat gagal, namun tidak menoleransi diri kita sendiri. Semua orang bisa gagal, toleransi dirimu. Ini adalah pemacu supaya kita bisa lebih berhasil.
  • Jangan pernah merasa pesimis dalam hidup apalagi jika masih muda. Setiap kesulitan ada dua kemudahan, asal dicari.

Membuat saya lebih jernih dalam berfikir. Apalagi setelah membaca kolom komentarnya, merasa lebih tenang karena ternyata saya tidak sendirian merasakan kondisi semacam ini.

Banyak teman sebaya yang berjuang menghadapinya.


Takdir adalah hasil dari pilihan di masa lalu

Secara tidak sadar takdir atau kondisi kita di masa sekarang adalah hasil dari pilihan-pilihan yang kita lakukan di masa lalu.

testimoni 25 tahun
Ilustration by Tim Urban

Saya awalnya cukup menyesali ini juga. Hidup yang terasa melelahkan yang saya jalani, terjadi karena saya salah jalan.

Tapi, bukankah selagi masih hidup di dunia masih ada masa depan? yang jalannya juga masih bisa dipilih mulai dari sekarang. Seenggaknya masih ada harapan untuk membuat sesuatu dalam kehidupan menjadi lebih baik lagi.

Jadi, mari menjalani kehidupan dan hari-hari saat ini sebaik mungkin.

Featured Photo by Kelly Sikkema on Unsplash 

2 Replies to “Testimoni, 25 Tahun Hidup di Dunia.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *