Tentang menjadi pekerja.

Kalau diitung-itung, hari ini masuk bulan ke 7 saya bekerja. Suatu pencapaian yang luar biasa. Padahal saat dilihat mungkin saya hanya akan bertahan hingga bulan ketiga saja hehe.

Menyelami kehidupan dalam dunia kerja, ternyata tak mulus-mulus juga apalagi di masa quarter life crisis.

Akan ada perasaan bimbang dan terus mempertanyakan apakah pekerjaan ini harus diteruskan? Perasaan yang kadang mempertimbangakan eksistensi diri di tempat kerja, apakah diri ini memang membantu banyak hal atau hanya membebani perusahaan saja?

Sekedar informasi, perusahaan tempat saya kerja ini adalah perusahan dibidang desain engginering dan manufaktur. Kurang lebih didirikan sekitar 10 tahun lalu dan bertempat di Salatiga. Jadi, bisa dibilang masih berbentuk Start-up dan belum sebesar perusahaan yang lain.

Sehingga, wajar saja ada perasaan seperti itu.

Pasalnya kerja full time, beda banget sama kuliah atau kerja partime.

Kerja fulltime berangkat pagi jam 8 sampe jam 5 sore. Belum lagi kalau ada kerjaan yang masih banyak dan deadlinenya mepet, musti nambah jam atau masih dikerjaan lewat rumah. Tanggung jawabnya lebih banyak dan lebih padat.

Tapi, banyak ilmu juga yang didapet dan dipelajari saat bekerja di sana. Banyak mentor yang istilahnya udah expert banget dibidangnya. Ditambah kesempatan belajar dan berinteraksi langsung dengan pendiri perusahaannya- keuntungan kerja di perusahaan yang belum gede banget.

Di kantor saya juga ga ada yang namanya atasan atau bawahan. Semua orang yang bekerja di sana adalah team. Semuanya diajak untuk berfikir kedepan buat terus memajukan dan mengembangkan perusahaan.

Visi perusahaan, visi bersama anggotanya juga

Ngga usah diragukan lagi. Jelas kalau udah masuk perusahan, satu hal penting kenapa harus bekerja adalah mewujudkan mimpi (visi) dari perusahaan.

See also  Kecelakaan hingga Resign Kerja

Kalau menjalani kerja part time sewaktu kuliah, hal ini ngga begitu kerasa. Ngga begitu ada kontrak jelas juga. Jadinya yaudah, kerja buat nambah uang. Kerjaan kelar dan dapet gaji. Sampe disitu aja.

Di perusahaan ini, yang saya rasakan secara langsung diarahkan bangimana tujuan dari perusahaannya. Perusahaan berbasis teknologi tentunya banyak inovasi dan ide-ide baru yang perlu digali dari orang-orang disana.

Kami diajak berfikir lebih futuristik. Kira-kira apa sih yang bakalpotensial di masa depan? Tapi perlu diakui, saya masih kesusahan mikir begini. Mungkin karena iklim kuliah dulu sangat berbeda 180 derajat dibanding di tempat kerjaan.

No age, gender, and education level qualification

Kalau buka lowongan kerja mesti hal ini yang dibold dan digaris bawahi, macam ini nih.

Ngga ada sepesifikasi umur, jenis kelamin, ataupun strata pendidikan. Semuanya dipukul rata. Kalau kompetensinya dan kerjaaanya bagus itu sudah cukup mewakili.

Bagus sih, tapi kadang rasanya juga agak aneh. Karena gajinya juga dipukul rata wkwk. Entah kamu lulusan SMP, SMA, ataupun S1, S2 sami mawon. Sedih juga kalau saya yang lulusan S1 kalah jago dengan yang lulusan SMA.

Saya akhirnya juga dapet teman dari berbagai umur. Yang sudah tua punya anak, yang masih jomblo sampai usia 30+, masih bocil dibawah 17 tahun. Macem-macem. Saya ngerti juga ternyata umur sangat berpengaruh terhadap cara berfikir dan menyikapi segala sesuatu.


Sudah aja deh ceritanya. Intinya menjadi pekerja harus tetap di nikmati dan tetap mencoba belajar dan terus mengembangkan diri.

Biar refreshing saya kasih lagunya Ardhito Pramono – 925. Menghayati masa-masa bekerja.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *